Pameran tokoh "Soetardjo Kartohadikoesoemo"

Soetardjo Kartohadikoesoemo lahir di Blora pada 22 Oktober 1892. Soetardjo Kartohadikoesoemo adalah putra seorang Assistant-Wedono di onder-distrik Kunduran, Ngawi, yaitu Kiai Ngabehi Kartoredjo. Sedangkan ibunda Soetardjo, Mas Ajoe Kartoredjo, adalah keturunan keluarga pemerintahan dari Banten. Kel...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Author)
Format: Academic Paper
Published: Direktorat Jenderal Kebudayaan, 2015.
Subjects:
Online Access:Get Fulltext
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Soetardjo Kartohadikoesoemo lahir di Blora pada 22 Oktober 1892. Soetardjo Kartohadikoesoemo adalah putra seorang Assistant-Wedono di onder-distrik Kunduran, Ngawi, yaitu Kiai Ngabehi Kartoredjo. Sedangkan ibunda Soetardjo, Mas Ajoe Kartoredjo, adalah keturunan keluarga pemerintahan dari Banten. Keluarga Soetardjo adalah keluarga pamong praja. Semua saudara laki-lakinya menjadi pegawai negeri, sedangkan yang perempuan menjadi istri pegawai negeri. Soetardjo Kartohadikoesoemo menjadi sosok yang menarik untuk dikaji, bagaimana rekam jejak beliau yang berlatar belakang Pamong Praja turut serta membangun kesadaran nasional dan menjalankan pergerakannya dari dalam (korps pegawai negeri Hindia Belanda). Soetardjo Kartohadikoesoemo merupakan tokoh yang berada di balik munculnya Petisi Soetardjo yaitu sebuah Konsep Usul Petisi untuk Volksraad (semacam Dewan Perwakilan Rakyat pada masa Hindia Belanda). Petisi ini berisi permohonan agar diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Negeri Belanda dengan kedudukan dan hak yang sama. Tujuannya adalah untuk menyusun suatu rencana pemberian pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom) kepada Indonesia dalam batas Undang-Undang Dasar Kerajaan Belanda. Petisi ini lahir karena adanya peningkatan perasaan tidak puas di kalangan rakyat kepada pemerintah akibat kebijakan politik yang dijalankan Gubernur Jenderal de Jonge. Petisi Soetardjo telah memberi bukti dan makna yang mendalam tentang peran dan toleransi kaum Pamong Praja bagi pemerintahan yang stabil, sejak Politik Etis sampai pergerakan keras kolonial dengan maksud tertentu. Apabila waktu itu Petisi diterima dan diberlakukan, kemungkinan sejarah kolonial Belanda akan berbeda kejadiannya. Kegiatan pameran ini dibuka pada Kamis, 27 Agustus 2015 dan akan berlangsung selama satu bulan hingga Minggu, 27 September 2015. Pameran terbuka untuk umum, mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Museum Perumusan Naskah Proklamasi juga mengundang sebanyak 200 sekolah dari tingkat TK hingga SMA se-DKI Jakarta untuk berkunjung.
Item Description:http://repositori.kemdikbud.go.id/1061/1/Siaran_Pers_Pameran_DKI_2015.doc