Multikulturalisme dalam perspektif antropologi

Istilah multikulturalisme begitu popular dan kerap tampil akhir-akhir ini sebagai wacana, baik dalam bentuk pembicaraan lisan maupun naskah tertulis, khususnya di kalangan akademik maupun publik luas yang terkait dengan dunia jurnalisme. Sebetulnya sekitar tiga puluh tahun silam, tepatnya pada tahun...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Giri Wiloso2, Pamerdi (Author)
Format: Academic Paper
Published: Direktorat Jenderal Kebudayaan: BPNB D.I. Yogyakarta.
Subjects:
Online Access:Get Fulltext
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
Description
Summary:Istilah multikulturalisme begitu popular dan kerap tampil akhir-akhir ini sebagai wacana, baik dalam bentuk pembicaraan lisan maupun naskah tertulis, khususnya di kalangan akademik maupun publik luas yang terkait dengan dunia jurnalisme. Sebetulnya sekitar tiga puluh tahun silam, tepatnya pada tahun 1971, lebih dari sekedar berwacana, Kanada3 merupakan Negara pertama di antara komunitas internasional yang mengangkat dan menerapkan gagasan multikulturalisme sebagai kebijakan publik pemerintahan negara tersebut. Dengan melakukan hal itu, Kanada menegaskan dan menegakkan nilai dan harkat martabat warga negaranya, tanpa pandang bulu latar belakang bahasa, asal-muasal kesukuan, kedaerahan, maupun ikatan keagamaan mereka. Seiring dengan kebijakan multikulturalisme tersebut, dilakukanlah pengakuan tegas atas status hak penduduk pribumi suku Indian dan Eskimo yang telah ber-ratusratus tahun tinggal dan hidup di sana selaku warga negara yang bermula sebagai kelompok minoritas, serta status hak hidup kedua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Perancis, selaku bahasa non-Pribumi, untuk bersama-sama diangkat sebagai bahasa resmi nasional. Sehubungan dengan peristiwa pengakuan oleh negara tersebut, sebagaimana semakin popular di kalangan penelitian antropologi politik dan politik kebudayaan, dapat ditegaskan bahwa fenomen politik kontemporer telah menyaksikan gejala bahwa kelompok minoritas - yang belakangan sering dirujuk dan disebut sebagai komunitas sub-altern - semakin antusias mengajukan tuntutan untuk memperoleh pengakuan atas identitasnya.
Item Description:http://repositori.kemdikbud.go.id/1116/1/Multikulturalisme_Pamerdi.pdf