Nagari Koto Tuo Kab. Lima Puluh Kota pada masa darurat sipil (1948-1949)

Mempertahankan kemerdekaan bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan, berbagai rintangan dan tantangan harus dilalui oleh rakyat Indonesia. Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, namun bagi Belanda merasa belum puas dan tidak terima kekalahan. Keserakahan Belanda terliha...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: Asmara, Dedi (Author)
Format: Academic Paper
Published: Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang, 2014-12.
Subjects:
Online Access:Get Fulltext
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
LEADER 02711 am a22001933u 4500
001 repokemdikbud_12849_
042 |a dc 
100 1 0 |a Asmara, Dedi  |e author 
245 0 0 |a Nagari Koto Tuo Kab. Lima Puluh Kota pada masa darurat sipil (1948-1949) 
260 |b Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang,   |c 2014-12. 
500 |a http://repositori.kemdikbud.go.id/12849/1/13.%20Dedi%20Asmara.pdf 
520 |a Mempertahankan kemerdekaan bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan, berbagai rintangan dan tantangan harus dilalui oleh rakyat Indonesia. Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, namun bagi Belanda merasa belum puas dan tidak terima kekalahan. Keserakahan Belanda terlihat nyata pada usahanya menyerang pada Agresi Militer Belanda I dan II. Agresi militer Belanda II yang pada tanggal 19 Desember 1948 Pukul 05.30 WIBberupa aksi penyerangan udara terhadap Yokyakarta dan Bukittinggi. Tujuan utama adalah untuk menghancurkan TNI, dan melumpuhkan kekuasaan Republik Indonesia yang waktu itu berpusat di Yokyakarta. Tengah hari tanggal 19 Desember 1948 para pembesar negara mengadakan rapat kilat di rumah komisariat pemerintah pusat Mr. Teuku Moh. Hasan bersama dengan Mr. Syafrudin Prawiranegara Menteri Kemakmuran yang baru sebulan berada di Bukittinggi. Pada waktu itu diambil keputusan untuk segera meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban dan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pengungsian selain dilakukan para pemimpin juga diikuti masyarakat. Sasaran utama pengungsian adalah Payakumbuh dan daerah sekitarnya. Bagi pimpinan PDRI sudah memutuskan berangkat ke Halaban (sekitar 15 km dari Payakumbuh), jalan kampung dari Bukit Tinggi - Payakumbuh merupakan jalan keluar yang paling mungkin untuk meloloskan diri dari pengejaran Belanda. Perjalanan ini sangat mudah ditempuh dari waktu singkat. Disana terdapat bekas onderneming Teh Belanda-Swiss serta disana tersedia fasilitas "pesanggrahan" darurat, tempat menginap dan lain-lain. Sedangkan masyarakat umum beberapa daerah di Lima Puluh Kota, termasuk Koto Tuo, Lubuak Batingkok dan Gurun. Rombongan Mr.Syafuddin Prawiranegara bersama staf dan Mr.T.M. Hasan sampai di Halaban malam 19 Desember 1948. Sedangkan rombongan Mr. St. Muhammad Rasyid Residen Sumatera Barat sampai di Halaban pukul 03.00 dinihari tanggal 22 Desember 1948. Nagari Koto Tuo yang terletak di Kec. Harau Kab. Lima Puluh Kota ikut berperan dalam mempertahankan pemerintah darurat tersebut. 
546 |a en 
690 |a Kebudayaan 
690 |a Sejarah Indonesia 
655 7 |a Article  |2 local 
655 7 |a PeerReviewed  |2 local 
787 0 |n http://repositori.kemdikbud.go.id/12849/ 
856 4 1 |u http://repositori.kemdikbud.go.id/12849/  |z Get Fulltext