AMERTA 30 nomor 1

STONE JAR IN SUMBAWA: DISTRIBUTION, TYPE, AND TECHNOLOGY Bagyo Prasetyo Tempayan Batu di Sumbawa: Distribusi, Tipe, dan Teknologi. Di bagian barat Pulau Sumbawa terdapat peninggalan megalitik berupa tempayan batu, yang tersebar di beberapa tempat di Kabupaten dan Kota Bima (Nusa Tenggara Barat). Pen...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: Prasetyo, Bagyo (Author), Noerwidi, Sofwan (Author), Cahyono, M. Dwi (Author), Harkatiningsih, Naniek (Author), Ririmasse, Marlon NR (Author)
Format: Academic Paper
Published: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, 2012-06.
Subjects:
Online Access:Get Fulltext
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
LEADER 06349 am a22002293u 4500
001 repokemdikbud_1290_
042 |a dc 
100 1 0 |a Prasetyo, Bagyo  |e author 
700 1 0 |a Noerwidi, Sofwan  |e author 
700 1 0 |a Cahyono, M. Dwi  |e author 
700 1 0 |a Harkatiningsih, Naniek  |e author 
700 1 0 |a Ririmasse, Marlon NR  |e author 
245 0 0 |a AMERTA 30 nomor 1 
260 |b Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional,   |c 2012-06. 
500 |a http://repositori.kemdikbud.go.id/1290/1/amerta30%281%29.PDF 
520 |a STONE JAR IN SUMBAWA: DISTRIBUTION, TYPE, AND TECHNOLOGY Bagyo Prasetyo Tempayan Batu di Sumbawa: Distribusi, Tipe, dan Teknologi. Di bagian barat Pulau Sumbawa terdapat peninggalan megalitik berupa tempayan batu, yang tersebar di beberapa tempat di Kabupaten dan Kota Bima (Nusa Tenggara Barat). Penelitian yang dilakukan di kawasan ini lebih difokuskan pada persebaran situs-situs, bentuk-bentuk tempayan maupun teknologi pembuatannya. Hasil penelitian telah menunjukkan adanya 8 situs yang tersebar di tiga desa meliputi Desa Rora, Palama, dan Kumbe, dengan jumlah temuan sebanyak 21 buah yang terdiri dari 18 wadah dan 3 tutup tempayan batu. Berdasarkan tipe morfologi membuktikan adanya beberapa bentuk yang membedakan dengan tempayan-tempayan batu yang ditemukan di kawasan Lembah Napu, Besoa, Bada di Sulawesi Tengah, Toraja di Sulawesi Selatan, dan Samosir di Sumatra Utara. Selain itu fakta juga memberikan adanya bukti-bukti teknologi berupa jejak-jejak pengerjaan pada tempayan batu. YOUNGER TOBA TEPHRA 74 KYA: IMPACT ON REGIONAL CLIMATE, TERRESTIAL ECOSYSTEM, AND PREHISTORIC HUMAN POPULATION Sofwan Noerwidi Abstrak. Tephra Danau Toba yang Lebih Muda (74 Kya): Efeknya pada Iklim Regional, Ekosistem Darat, dan Populasi Manusia Prasejarah. Salah satu aktivitas vulkanik terbesar yang diperkirakan menjadi penyebab musim dingin vulkanik yang sangat dahsyat pada periode Kuarter adalah letusan Toba pada 74 ka, di Sumatra Utara, Indonesia. Berdasarkan pada teori bencana Toba, ha! itu mengakibatkan musnahnya hampir seluruh populasi manusia, dan membentuk bottleneck yang terekam pada gen yang diturunkan di seluruh populasi manusia saat ini. Tulisan ini membicarakan tentang erupsi Toba serta pengaruhnya pada perubahan lingkungan flora, fauna, dan manusia berdasarkan pada hasil penelitian terdahulu. MAKNA DAN FUNGSI SIMBOL SEKS DALAM RITUS KESUBURAN MASA MAJAPAHIT M. Dwi Cahyono Simbol seks melintas ruang dan waktu. Tumbuh, berkembang, dan berkelanjutan di berbagai belahan dunia. Tidak terkecuali di berbagai daerah di Nusantara semenjak masa Prasejarah, Hind\1-Buddha, dan awal perkembangan Islam, bahkan hingga kini tradisinya masih terus berlanjut di banyak tempat. Sebagai suatu petanda budaya, baik berwujud ikonik ataupun simbolik, ia memiliki makna terkait dengan kesuburan, yakni kesuburan manusia, binatang, maupun tanaman. Sebagai simbol/ikon yang merepresentasikan makna kesuburan, baik dalam bentuk area, relief candi ataupun ungkapan tekstual, kehadirannya di dalam sosio-budaya Jawa masa lalu dimaksudkan untuk menopang fungsi penyubur. Oleh karena itu, ia diposisikan sebagai sesuatu yang penting, terutama bagi para petani. Kepentingan itulah yang melatari mengapa phallus, vulva, payudara dan sanggama dalam konteks religius tertentu diyakini sebagai benda dan perbuatan suci, yang dipuja atau dilakukan dalam suatu ritus, yakni ritus kesuburan. KOTARENTANG, SUMATRA UTARA: JALUR PERDAGANGAN PANTAI TIMUR SUMATRA Naniek Harkantiningsih dan Sonny C. Wibisono Kota Rentang adalah sebuah situs barn yang ditemukan di kawasan Muara Belawan, Medan pada tahun 2008. Dalam artikel ini akan dipresentasikan bukti-bukti arkeologi yang ditemukan melalui kegiatan ekskavasi. Dalam konteks kawasan Muara Belawan penemuan situs Kota Rentang ini menjadi penting artinya, karena di kawasan ini pula pernah ditemukan situs yang cukup dikenal yaitu Kota Cina. Sebuah situs permukiman di daerah rawa pantai yang mengandung temuan keramik dari masa Song-Yuan, dan situs lain Paya pasir tempat ditemukan bangkai kapal kuno. Analisis keramik menjadi kunci penting menelusuri situs-situs perdagangan di Muara Belawan, kapan Kota Rentang mulai berperan dalam jaringan perdagangan. Studi ini juga dilakukan perbandingkan variabilitas dan kronologi keramik antara Situs Kota Rentang dan Situs Kota Cina yang terletak dalam satu sistem jaringan sungai pesisir-pedalaman. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pertumbuhan pusat-pusat kota pantai yang berperan dalam jaringan perdagangan regional abad 12 - 16 di pantai timur Sumatra bagian utara khsusunya di kawasan Muara Belawan. LAUT UNTUK SEMUA: MATERIALISASI BUDAYA BAHARI DI KEPULAUAN MALUKU TENGGARA Marlon NR Ririmasse Sejak tahun 1982 Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan UNESCO telah menetapkan tanggal 18 April sebagai hari intemasional untuk monumen dan situs. Tahun 2011 ini peringatan hari penting bagi segenap pemerhati pusaka budaya tersebut dilekatkan dengan tema Cultural Heritage of Water. Menyandang gelar terhormat sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kebersamaan geografis yang direkat secara bahari, gaung perayaan hari penting dengan tema spesifik ini sepertinya tidak terdengar di Indonesia. Pertengahan tahun memang telah lewat, namun agaknya belum terlambat untuk meninjau tema menarik di atas. Bersamaan dengan momentum khas dimaksud, bukan kebetulan kiranya jika saat ini Maluku dan enam daerah lain bergegas untuk diakui sebagai provinsi kepulauan dengan memilih laut sebagai identitas. Hal mana yang juga berarti peran kajian sejarah budaya bahari menjadi sentral sifatnya. Makalah ini mencoba untuk mengamati peran laut dan kawasan perairan dalam konstruksi sejarah budaya di Kepulauan Maluku Tenggara beserta segenap manifestasi material atas cara pandang spesifik tentang bentang bahari ini. Tentu dengan harapan bahwa diskusi sederhana pada tahap mula ini mampu menciptakan ruang untuk mendorong peran studi arkeologi dalam mewujudkan laut sebagai sumber nilai-nilai universal bagi jati diri, ilmu pengetahuan dan kesejahteraan bersama. 
546 |a id 
690 |a Penelitian dan Pengembangan 
655 7 |a Article  |2 local 
655 7 |a PeerReviewed  |2 local 
787 0 |n http://repositori.kemdikbud.go.id/1290/ 
856 4 1 |u http://repositori.kemdikbud.go.id/1290/  |z Get Fulltext