Pemidanaan Dalam Tindak Pidana Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme - Leninisme (Studi Kasus Putusan Nomor 559/Pid.B/2017/PN.Byw)

Fair trial atau peradilan yang adil adalah sebuah prinsip yang merupakan indikator dari terbangunnya masyarakat dan sistem hukum yang adil. Tanpa penerapan prinsip peradilan yang adil, orang - orang yang tak bersalah akan banyak memasuki sistem peradilan pidana dan kemungkinan besar akan masuk dalam...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: PRATAWIDAGDYA, Indyana Abizone (Author)
Format: Academic Paper
Published: ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM FAKULTAS HUKUM, 2020-12-15T02:16:13Z.
Online Access:Get Fulltext
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
LEADER 04987 am a22001933u 4500
001 repository_unej_123456789_102680
042 |a dc 
100 1 0 |a PRATAWIDAGDYA, Indyana Abizone  |e author 
245 0 0 |a Pemidanaan Dalam Tindak Pidana Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme - Leninisme (Studi Kasus Putusan Nomor 559/Pid.B/2017/PN.Byw) 
260 |b ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM FAKULTAS HUKUM,   |c 2020-12-15T02:16:13Z. 
500 |a http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102680 
500 4 1 |u ILMU HUKUM 
520 |a Fair trial atau peradilan yang adil adalah sebuah prinsip yang merupakan indikator dari terbangunnya masyarakat dan sistem hukum yang adil. Tanpa penerapan prinsip peradilan yang adil, orang - orang yang tak bersalah akan banyak memasuki sistem peradilan pidana dan kemungkinan besar akan masuk dalam penjara. Tanpa penerapan prinsip peradilan yang adil, hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum serta sistem peradilan akan runtuh. Dari prinsip-prinsip due process of law yang terkandung dalam KUHAP, terdapat indikator yang menunjukkan bahwa secara yuridis, KUHAP telah menganut atau mengarah pada due process of law. Pada dasarnya, KUHAP menganut atau mengarah pada due process of law namun dalam penerapan atau implementasinya masih lemah atau belum dapat diterapkan/dilaksanakan dengan baik. Dari berbagai kasus yang ada di era sekarang, kasus yang menimpa Heri Budiawan atau Budi Pego sangat menarik untuk dikaji. Selain karena ini menjadi kasus pertama penerapan Pasal 107a Undang-Undang No 27 Tahun 1999 atas perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, didalam kasus ini juga terdakwa dinyatakan bersalah melakukan ajaran Komunisme, Marxisme/Leninisme secara melawan hukum sebagaimana di muat pada pasal 107a Undang - Undang No 27 Tahun 1999 atas perubah Kitab Undang - Undang Hukum Pidana. Hakim sebagai ujung tombak peradilan di indonesia juga patut dikritik dan dianalisis segala putusannya. Permasalahan hukum yang diangkat oleh penulis yaitu pertama, apakah pertimbangan hakim dalam menentukan unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh terdakwa telah sesuai dengan Pasal 107a Undang-Undang No 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan yang Kedua, Apakah pertimbangan hakim menjadikan alat bukti elektronik dalam kasus tindak pidana penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai alat bukti petunjuk telah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Metode penelitian dalam penulisan Skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang dibahas penulis dianalisa dan diuraikan dengan difokuskan dan mengacu kepada norma-norma, kaidah, asas-asas hukum yang terdapat dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Analisa bahan hukum dalam penelitian Skripsi ini bersifat deduktif. Penelitian bertujuan untuk memberikan gambaran secara rinci, sistematis dan menyeluruh. Hasil pembahasan dan kesimpulan penulis dari dua rumusan masalah yang muncul yakni bahwa pertimbangan hakim dalam menyatakan unsur melawan hukum terpenuhi yaitu dengan "tidak adanya pemberitahuan tertulis, maka telah terjadi perbuatan yang melawan hukum dalam aksi tersebut". Unsur melawan hukum harus dipandang dalam perbuatan inti yang didakwakan dan alat bukti elektronik bukanlah bagian dari alat bukti petunjuk sesuai dengan Pasal 188 ayat (1) KUHAP, petunjuk adalah perbuatan kejadian, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Dalam ayat (2) pasal itu ditentukan, bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Pasal 182 ayat (2) KUHAP juga membatasi kewenangan hakim dalam cara memperoleh alat bukti petunjuk. Sumber yang dapat digunakan mengkonstruksi alat bukti petunjuk, terbatas dari alat-alat bukti yang secara limitatif ditentukan Pasal 188 ayat (2). Dalam ketentuan itu secara tegas sudah menetapkan dengan perkataan "hanya". Petunjuk "hanya" dapat diperoleh dari: a. keterangan saksi, b. surat, dan c. keterangan terdakwa, , adapun saran dalam pembahasan ini yakni hakim dalam memberikan pertimbangan hakim terutama untuk alat bukti petunjuk haruslah sesuai dengan ketentuan KUHAP dan tidak dapat keluar dari ketentuan KUHAP. Hakim dalam menerapkan unsur pasal juga harus lebih cermat dan jeli dalam menyusunnya, hakim juga perlu berhati-hati dalam menerapkan Hukum Acara Pidana khususnya dalam pembuktian yang harus berpegang teguh kepada prinsip due proces of law. 
546 |a Ind 
690 |a Pemidanaan 
690 |a Tindak Pidana 
690 |a Penyebaran Ajaran Komunisme 
787 0 |n http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102680 
856 4 1 |u http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/102680  |z Get Fulltext